Sunday, February 11, 2007

Seberapa Kuat Saya?

Banjir Jakarta. Tampaknya dua kata itu sudah cukup menimbulkan berbagai lintasan pikiran di benak semua orang. Miris, sebuah kondisi ‘luar-biasa’ yang melingkupi ibukota negara ini, yang dengannya negara ini terkenal. ‘Wajar saja kejadiannya seperti ini, ini kan Indonesia…’ sedih deh mendengar opini-opini bernada serupa dari lingkungan sekitar. Tapi, apa mau dikata, memang ini-lah Indonesia

Banjir yang selalu terjadi di kota-kota besar Indonesia ketika musim hujan datang, sedikit banyak menimbulkan perasaan bersalah. Mungkin karena latar belakang pendidikan saya yang berkutat di masalah lingkungan. Saya meyakini bahwa sesungguhnya terdapat berbagai macam solusi untuk menanggulangi bencana ini. Kuncinya adalah konservasi air.

Entah mengapa, beberapa bulan menjelang saya memutuskan untuk ’keluar’ dari kampus(insyaAllah), ada sebuah hantaman besar pada pola pikir keilmuan yang sudah didapatkan. Dengan semua kondisi ini –kekeringan saat kmarau,kebanjiran saat musim hujan, sampah menggunung, citarum terus tercemar,dll – tampaknya saya tidak bisa berbuat banyak ketika tidak didukung oleh ’kekuatan politik’.

Secara umum, masalah-masalah lingkungan yang terjadi langsung berimbas negatif kepada masyarakat. Jelas-jelas telah terjadi ketidakadilan dan pendholiman ummat secara-secara besar-besaran (coba lihat air muka para korban banjir Jakarta,sedih banget!!). walaupun, ada andil dari masyarakat juga, sepert buang sampah ke kali, buat rumah di bantaran kali, dll. Dengan itu, saya berkesimpulan bahwa keilmuan saya lebih cenderung bersifat sosial kemasyarakatan, dibanding ilmu kerekayasaannya.

Saya bingung karena ternyata realitas di jurusan TL ada sebuah dikotomi antara dua hal tersebut. Ilmu-ilmu terkait pembuatan kebijakan, peraturan, pengawasan,dsb hanya menjadi mata kuliah pilihan. Dari situ saya melihat bahwa pemikiran sarjana TL ini memang diarahkan untuk berlaga di jalur non-sosial (kerja di sebuah perusahaan atau berwiraswasta). Lalu, siapa sebenarnya yang bertanggungjawab terhadap masalah lingkungan ini jika sarjana-sarjana TL tidak berada di tempat seharusnya??

Pembuat kebijakan adalah salah satu jalur kekuatan untuk memperbaiki kondisi ini. Tentunya dengan dukungan analisis ilmiah. Setelah itu, yang bermain adalah seberapa kuat saya untuk memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan. Mungkin di situ beratnya, tidak semua orang, atau bahkan hampir semuanya menyerah dan kemudian kembali ke jalur non-sosial.

Pertanyaannya, apa saja yang dibutuhkan untuk memperkuat diri ketika suatu saat nanti dihadapkan pada ’peperangan’ itu? Banyak hal, terutama kemandirian finansial sebelum masuk ke dunia politik itu. Saat ini yang terjadi, justru dunia politik itu-lah yang dijadikan tempat mencari nafkah. Ini fatal. Akibatnya kepentingan umum dikesampingkan atas nama kepentingan pribadi/golongan. Mengerikan! Astaghfirullah... Tapi pertanyaan pertama dan utama, seberapa kuat saya kelak?

110207

1 comment:

Trian Hendro A. said...

harus kuat bu!!
jadi kapan nyusul paska kampus?

*btw,kl ketemu harus jaim ya? :D