Sunday, April 29, 2007

Energi Jiwa

Energi tidak akan hilang, ia hanya akan berubah bentuk. Oleh sebuah wujud, energi akan dilepaskan dan diserap untuk membentuk kesetimbangan. Ini adalah hukum alam yang berlaku, hukum kekekalan energi. Hukum ini berlaku pada semua makhluk yang tercipta di alam semesta, tak terkecuali manusia.

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah. Ia telah dibekali oleh semua hal yang kelak membuatnya pantas menyandang gelar makhluk termulia. Ia memiliki anatomi tubuh terlengkap yang membuatnya mampu melakukan segala hal. Ia pun dibekali hati untuk merasai baik-buruk. Terakhir, ia dibekali akal yang dengannya ia mampu memroses kondisi sekitar dan membuatnya menentukan pilihan akhir. Jika dituntun oleh hati yang bersih (hati yang selalu dekat dengan Allah), pilihan akhirnya itu pastilah sebuah kebaikan, tak peduli sejahat apa pun orang itu. Karena untuk itulah hati dicipta.

Hati manusia telah dicipta untuk cenderung kepada kebaikan, meskipun bersamaan dengan itu nilai-nilai buruk ditanamkan padanya. Maka tak heran jika ada manusia yang jahat atau tidak ber-peri kemanusiaan karena nilai jahat dalam hatinya telah mengalahkan nilai baik. Hitam telah mengalahkan putih.

Analogi hitam-putih berhubungan erat dengan hukum kekekalan energi dalam tubuh manusia. Selain terhubung erat, keduanya berjalan paralel dan memiliki hubungan sebab akibat. Jika seseorang berbuat baik, ia akan menyerap energi positif dari lingkungan sekitar. Misalkan, jika kita memberikan sebatang coklat pada pengamen cilik dan mereka berterima kasih atau membalas dengan senyuman, maka pasti ada sebuah perasaan bahagia yang menyelusup. Itu artinya kita telah menyerap energi positif.

Begitupun sebaliknya jika seorang manusia berbuat jahat. Alam sekitar akan memberikan respon negatif dan parahnya lagi, energi itu kembali diserap oleh manusia tadi. Contoh kasus, polusi udara. Begitulah dalam keseharian manusia, ia melepaskan dan menyerap energi yang sama. Pada akhirnya, dengan konsentrasi yang sama atau berbeda-beda, energi itu akan terakumulasi dalam jiwa manusia.

Karakter yang terbentuk pada seorang manusia bisa jadi merupakan akumulasi energi jiwa atau paling tidak merupakan sumbangsih utama dari energi jiwa. Oleh karena itu, baik atau tidak-nya seorang makhluk bernama manusia dapat dilihat dari sejauh mana ia memberikan manfaat bagi alam atau sebesar apa ia telah melepaskan energi positif.

Kita harus merasa was-was jika kita telah memilih dan melepaskan energi negatif karena manusia ‘sesungguhnya’, secara fitrah pasti akan memilih dan hidup bersama energi positif/putih. Itu adalah pilihan yang mutlak, jika dan hanya jika jiwa (hati)-nya selalu dekat dengan Allah. Jadi, pilihan manusia untuk memilih hitam-putih adalah sebuah pilihan jiwa, bukan pilihan akal.

Allah benar-benar telah memberikan kemudahan bagi manusia dalam menjalankan misi hidupnya. Bagaimana tidak? Kita telah diberi kecenderungan pada kebaikan dan jika melakukan itu kita diberi pahala. Bahkan tetap diberi pahala meskipun hanya sebatas niat. Dengan bekal ini, manusia diperkenankan memasuki Jannah-Nya kelak, jika Allah meridhoi. Sedangkan bagi mereka yang berbuat keburukan dihitung sebagai dosa, namun jika hanya sebatas niat tidak dihitung. Kemudian manusia ini telah diperlihatkan balasan yang mengerikan, sangat mengerikan, bahkan di luar logika manusia. Lalu, mengapa-kah kemudian masih ada manusia-manusia jahat di bumi ini? (Karena ada syetanJ) Bukan, alasannya bukan karena ada syetan tetapi karena manusia telah dikalahkan oleh nafsunya.

Wallahu’alam,

250407
Ijinkan aku kembali…

2 comments:

agung said...

Jadi inget pertanyaan adik kelas yang belum bisa saya jawab : "fa'alhamaaha fujuuroha wa taqwaaha"; kang, kenapa fujur dulu yang disebut baru taqwa??

Tentang energi, sekalian promosi ya =D

http://agungmahesa.blogspot.com/2006_09_01_archive.html

posting yang kedua...

artja said...

bagus sekali renungannya, bikin saya terinspirasi. salut