Sunday, April 29, 2007

Kekuatan Cinta dari Madrasah Malam

Tanggal 19 Maret 2007, pukul 03.11 WIB sebuah pesan singkat masuk, Uhibbuki fillah, ukhti… ( Saya mencintaimu karena Allah, saudariku). Sebuah pesan yang mengejutkan sekaligus membahagiakan. Bagaimana tidak? Pesan ini dikirimkan oleh seseorang yang telah menuntun dan menguatkan langkah ketika pertama kali memasuki kehidupan kampus. Seseorang yang telah lama menghilang dari pandangan dan kini berada di tempat yang jauh. Langit Aceh pada sepertiga akhir malam itu telah menjadi saksi penghantaran pesan singkat, namun mendalam, oleh satelit Telkomsel.

***

Suatu hari di bulan Agustus tahun 2004, sekitar waktu ba’da ashar sebuah permintaan terlontar, Tolong bantu saya untuk membantu mereka… mari kita bantu arahkan mereka agar menemukan kesepakatan untuk berkontribusi bagi masyarakat, bagi bangsa ini. Tolong bantu buatkan kesimpulan dari diskusi mereka untuk saya ya…saya tidak bisa fokus karena harus jadi moderator sekaligus pengarah diskusi ini. Permintaan terakhir dari seorang saudara yang juga telah menuntun dan menguatkan langkah di jalan ini. Seseorang yang telah lama menghilang dari pandangan dan kini berada di tempat yang ‘jauh’. Namun, fragmen-fragmen hidup yang beliau ajarkan –tentang arti memberi dan berkorban—telah memberikan sebuah pondasi untuk menghadapi kehidupan kampus dan semoga kehidupan paska kampus kelak.

***

Beberapa hari yang lalu, sekitar pukul 7 pagi sebuah pesan singkat masuk, Selamat pagi cinta? Masihkah ia bersemi? Pesan ini pasti akan membuat semua orang yang menerimanya tersenyum simpul. Sebuah pertanyaan yang mendasar bagi saya untuk mengevaluasi diri. Pertanyaan tentang kondisi jiwa dan kelak kemampuannya untuk menghidupkan hidup, untuk diri sendiri maupun orang lain.

Itulah mengapa raga akan kelelahan mengikuti jiwa yang besar. Karena ia akan berkelana memberikan kebaikan untuk semesta, seolah-olah energi-nya tidak pernah habis. Charger seperti apa yang mampu mengisi jiwa orang-orang yang berjiwa besar itu? Ternyata jawabannya sederhana, cinta…karena Allah, dan cinta murni dan abadi ini hanya bisa dimiliki oleh para murid dari madrasah malam, dimana do’a-do’a yang terlantun pada waktu ini akan dikabulkan.

Mari mencoba sedikit menguak tentang keajaiban ini. Jika do’a-do’a malam yang mustajab dimisalkan sebagai cahaya bintang dan jiwa besar dimisalkan sebagai seorang pengelana. Maka, cahaya bintang yang kuat akan mampu menjadi penunjuk arah bagi sang pengelana dalam mengarungi samudra dan menjelajahi benua. Cahaya bintang mampu menjadi penunjuk arah di kala sang pengelana tersesat. Cahaya bintang pun dapat menemani di kala makhluk Allah lainnya telah lelap ditelan malam. Kerlipannya yang begitu indah mampu mengingatkan kembali sang pengelana kepada Allah.

Kekuatan cahaya bintang akan sebanding dengan kualitas do’a. Salah satu do’a yang berkualitas adalah do’a yang dilantunkan untuk kebaikan orang lain, yaitu orang yang kita cintai karena Allah. Mengapa ini dapat menguatkan cahaya bintang? Karena do’a ini akan di-amin-i oleh para malaikat yang tengah berkumpul di langit pada sepertiga akhir malam. Juga, para malaikat akan balik mendo’akan kebaikan untuk sang pelantun do’a. Selain itu, Allah akan mengkaruniakan sebuah ikatan hati yang kuat antara kedua makhluk ini, manusia yang mencintai dan atau saling mencintai karena Allah. Inilah kekuatan sesungguhnya.

Sang pengelana bisa jadi siapa saja, bahkan orang yang tidak mengenal kita sekalipun. Ia bisa jadi Pak SBY, anggota KPK, korban Lapindo yang sedang memperjuangkan nasibnya, atau bahkan petugas kebersihan di kompleks tempat tinggal kita. Dalam memperjuangkan dan mengerjakan kebaikan, kita telah memberikan sumbangsih kekuatan kepada mereka, atas ijin Allah. Sehingga cinta yang kita miliki berdaya guna bagi orang lain. Bukan sekadar memuaskan diri sendiri. Cinta seperti ini mampu menjadi bahan bakar bagi kehidupan. Jadi, orang yang telah mampu melupakan dirinya dan hanya memikirkan kebaikan orang lain dengan kadar cinta karena Allah yang tinggi, pastinya adalah lulusan terbaik dari madrasah malam. Allah telah mengkaruniakan kecintaan seluruh makhluk kepada mereka.

Tak heran jika semua orang merindukan dua orang saudara, sahabat, kakak, dan guru saya ini; yang satu ada di tempat yang jauh, satu lagi telah pergi ‘jauh’. Mereka adalah dua orang yang telah diceritakan di muka. Mereka dicintai karena kekuatan mereka mencintai karena Allah. Atas nama cinta karena Allah, hal terakhir yang dipikirkan saudara saya yang telah pergi ‘jauh’ itu adalah tentang orang lain. Seperti Rasulullah yang mengkhawatirkan umatnya di akhir masa pengabdiannya, umatii..umatii.

250407
Wahai jiwa, istiqomah-lah mencinta karena Allah…

No comments: