Thursday, August 2, 2007

Kepergian

Seperti saat ketika daun harus berguguran, maka pohon tunduk pada ketetapanNya. Pangkal daun yang telah kehilangan tekanan akibat hilangnya sejumlah air pasti akan meranggas dan tidak dapat diundur meski beberapa milisekon saja. Perjalanan itu dimulai dari hijau rindang, kemudian bermunculan apel merah yang ranum. Namun, tak lama kemudian digantikan kuning coklat yang kering hingga akhirnya semua daun hilang.

Menjelang akhir dari kehidupannya tahun ini ketika hawa dingin mulai menyergap di bulan Desember, pohon telah bersiap-siap. Ia telah mempersiapkan semua bekal di bawah tanah. Di permukaan tanah ia mungkin saja mati tapi ternyata tidak. Ia hanya beristirahat sejenak. Setelah empat bulan terlewati dengan perjuangan yang luar biasa, tubuhnya dihangatkan oleh mentari pagi. Seluruh sel dalam tubuhnya mulai bereaksi dan beroperasi. Memulai rencana baru pada awal musim baru.

Tak hanya pohon ini yang mulai menata wajahnya, tapi seluruh penduduk desa. Selama empat bulan ke depan yang ada hanyalah kerja keras. Tak lama berselang hijau rindang tubuhnya mulai terlihat diikuti dengan noktah-noktah merah dari kejauhan. Musim panen tiba dan tak hanya pohon yang bersukacita melainkan seluruh penduduk desa. Saat-saat ini adalah bergelimangnya kenikmatan hidup. Merasa lebih hidup karena hidupnya mampu menghasilkan sesuatu untuk orang lain.

Memasuki bulan ke-9 dalam perjalanan tahunan, pohon merasakan panas yang luar biasa hebat. Ia merasa seolah-olah seluruh tubuhnya mengering karena air hilang dari tubuhnya bahkan dari tanah tempat ia berdiri. Sungguh kondisi yang sangat tidak mengenakan. Ia mulai melihat dirinya tak berguna karena kehijauan yang menyejukkan mata telah hilang. Ia merasa was-was, ketakutan jika memang ternyata ia tak lagi berguna.

Namun, keesokan harinya satu-dua burung mulai hinggap di dahannya dan semakin hari semakin banyak. Burung-burung itu membuat sarang pada dahan pohon itu. Sekali lagi pohon merasa bahagia. Ketakutannya telah pupus begitu medengar kicauan anak burung sepanjang harinya. Baginya itu adalah nyanyian kehidupan.

Tak lama juga ia menikmati itu semua karena berikutnya ia harus melepaskan seluruh daun dari tubuhnya. Bersamaan dengan itu, burung-burung itu pergi. Sedih sekaligus bahagia karena bisa menyertai tumbuh kembang anak burung menjadi burung dewasa. Sekali lagi ia merasa bahagia. Dan pada akhir kehidupannya tahun ini, kembali ia terlelap dalam tidur panjangnya. Harapannya hanya satu agar kelak esok ia dibangunkan untuk memulai tahun yang baru. Jika tidak ia tetap berharap bahkan ketika ia tidur untuk selamanya ia tetap dapat berguna.

Tak salah rasanya jika berharap untuk bisa hidup seperti pohon. Meski seringkali ia merasakan kepergian apa-apa yang ia cintai. Ia telah memahami dengan bijak arti ditinggalkan dan keputusan arif untuk meninggalkan. Karena ia memiliki kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi dan mentransformasikan diri agar tetap berguna.

Fase kehidupan akan terus bergulir. Tingkat kesulitannya pun akan meningkat seiringan dengan mutu hidup yang dimiliki sang makhluk. Dimana pun kelak sang makhluk ditempatkan, usaha luar biasa untuk menjadi berdayaguna adalah inti kehidupan. Kepergian pada akhir satu fase merupakan keniscayaan karena segala makhluk yang ada di bumi akan musnah kecuali Dzat Yang Maha Kekal.

160707
Ready or not...

4 comments:

Trian Hendro A. said...

firstly, kenapa bulan ke-9? kesanya.. :D

makin hari makin 'mengambang' aja tulisannya bu, saya tidak percaya kalo cuma gara-gara TA!

konon kata tetangga, jika seorang perempuan sudah mencuci malam hari atau masak dengan kebanyakan garam, maka... :p

kalo blogger perempuan, mungkin jika sudah tulisan makin 'mengambang'.. hehe

*hayoo ngaku!

Dika Amelia Ifani said...

wuih, dalem banget tulisannya. jadi inget puisi yang dulu pernah dika hapus di blog yang lama(dika kirim lagi ah..hehe). tentang pencarian definisi cinta..

memang pohon itu refleksi ketulusan cinta.ia memberi tapi pantang meminta.ia meneduhi padahal sendirinya terbakar mentari.tapi baginya sinar matahari adalah kehidupan..

*dah dika, belajar lagi mau ujian..hehe

ratih putri said...

> dika:
iya,pohon emang analogi paling pas...V ^0^

>trian:
mengambang??masa sih,biasa aja...
*wah,jangan berprasangka Pak,
g baik...:)

Ulya Raniarti said...

bener, jangan berprasangka..
Keep in touch ya tih..