Thursday, January 4, 2007

Biarkan yang Lain Bersinar…

Kita Satu Tim, Loh!!
Kehandalan kinerja tim akan ditentukan oleh dua hal, yaitu hati dan waktu. Interaksi sesama manusia dalam tim memungkinkan terjadinya friksi kepentingan. Apalagi jika tim tersebut memiliki tipikal orang yang lengkap (koleris, melankolis, sanguinis, dan plegmatis). Ini dapat menjadi keunggulan sekaligus tantangan. Cukup sulit untuk menyatukan variasi ini, namun ternyata –berdasarkan pengalaman- orang dengan dominasi sedang-rendah di dalam tim-lah yang mampu melakukannya. Padahal hal ini sulit dilakukan oleh orang dengan dominasi tinggi.

Mungkin memang benar bahwa orang-orang hebat tidak dapat disatukan oleh orang hebat, yang bisa menyatukan mereka justru orang ‘biasa’. Is it? Bisa jadi. Karena orang hebat (biasanya memiliki dominasi tinggi) memiliki ego yang tinggi, sedangkan orang ‘biasa’ tidak. Dengan begitu ia memiliki kartu As untuk bisa menjadi nahkoda tim karena sifat legowo-nya itu. Jadi, kemampuan mengelola hati menjadi poin penting ketika bekerja dalam tim. Orang-orang dominasi tinggi biasanya adalah orang koleris dan melankolis dominan, sedangkan orang plegmatis dan sanguinis dominan adalah sebaliknya. Walaupun hal ini tidak mutlak.

Tim yang memiliki variasi lengkap seperti ini akan menjadi sangat dinamis, bahkan bisa menjurus ‘brutal’ dan ‘liar’. Namun, dengan berjalannya waktu maka masing-masing pribadi akan mengetahui dinding pembatas hak pribadi orang lain yang tidak boleh dilanggar. Masing-masing pribadi akan memahami apa yang orang lain suka dan benci, apa bacaan kesukaannya, apa musik yang dapat menenangkannya, seperti apa jika dia marah, dll. Waktu akan menjadi guru yang berharga dan menghasilkan pengalaman batin yang semakin mendewasakan satu sama lain.

Kualitas ikatan hati dan kekuatan saling memahami akan menjadi penentu langgeng atau tidak-nya suatu tim. Konsep, teori, analisa, dan asumsi yang didiskusikan atau diperdebatkan dalam forum/tim hanya merupakan sebuah metode pembelajaran, bukan hal utama dalam sebuah tim yang handal. Justru, kepribadian orang-orang dalam tim itu adalah substansi-nya sedangkan apa yang dibawa hanya merupakan label.

Adalah hal yang wajar jika dalam suatu tim terdapat orang dominasi tinggi dan rendah. Itu mah sunatullah. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana mengelola tim tersebut agar konstruktif bukan destruktif. Agar dapat menjadi solution maker dan kehandalan tim teruji. Dengan begitu, insyaAllah tim ini bisa langgeng dan kuat.

Saya pernah berada dalam 2 kondisi forum (tim) yang berbeda tersebut. Di forum pertama, saya sangat merasakan ke-legowo-an pemimpin forum dan kekuatan saling memahami yang besar. Meski terjadi friksi-friksi, namun bisa ditemukan hasil yang win-win solution. Subhanallah, betapa lapangnya hati orang-orang di dalam forum/tim ini terhadap satu sama lain, padahal saya tahu di antara mereka ada ‘api dalam sekam’=)…

Di lain kesempatan, saya pernah melihat forum yang ‘panas’ dan sudah menjurus destruktif. Kerasa banget, masing-masing mempertahankan ego-nya dan parahnya sampai ingin menjatuhkan orang lain –astaghfirullah-. Di sini ada orang yang keukeuh ga pada tempatnya (udah jelas-jelas salah, tetep aja ngotot…), berbicara berputar-putar, ditambah emosi (+sensitivitas pribadi), dan pada akhirnya meledak-lah amarah itu… Rame sih, tapi saya yakin abis forum itu masing-masing orang jadi pada ga enak hati…

Apa Kata Mereka?
Ketika suatu tim ingin menjadi sebuah ‘cahaya penerang’ di masyarakat atau menjadi benih peradaban, pastinya dibutuhkan tim yang konstruktif terhadap ide-ide perubahan. Untuk itu, tim ini harus konstruktif dulu secara internal dari dan untuk masing-masing orang. Percayalah, kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir…

Berdasarkan pengalaman, kelahiran ide gerak suatu tim selalu dimotori oleh orang dominasi tinggi. Orang-orang ini selalu aktif di forum, memiliki pemikiran yang njlimet (yang kadang sulit dipahami orang), dan sering menjadi provokator forum=) –tapi ga semuanya kyk gitu, ko’…-. Sedangkan orang dominasi sedang-rendah seringkali tidak terdengar suaranya di forum. Padahal nantinya orang ‘biasa’ ini-lah yang merealisasikan ide gerak itu. Mereka konsisten dan komitmen dengan kesepakatan tim. Di saat yang sama, justru orang yang mengusulkan ide itu ‘pergi’–tapi ga semuanya kyk gitu, ko’…-. Inilah yang membuat orang ‘biasa’ menjadi hebat dalam ke’biasa’annya itu.

Kecemerlangan pribadi orang ‘biasa’ ini sering tertutupi oleh dominasi orang-orang hebat. Hal ini dikarenakan sifat dasar yang dimiliki adalah tidak berambisi untuk tampil. Mereka merasa ‘cukup’ untuk menjadi orang ‘biasa’ di antara orang-orang hebat. Sebuah manajemen hati yang luar biasa. Karena itu, ia akan mampu ‘mengendalikan’ tim dengan kekuatan itu. Pada kenyataannya, tidak mudah untuk ‘tidak berambisi untuk tampil’ karena dibutuhkan sebuah kebesaran hati dalam mengelola niat dan aktivitas. Dan ini bisa terwujud jika hubungan vertikal dengan Allah terjalin baik.

Jika Anda adalah orang-orang hebat yang saya maksud, pernahkah mencoba untuk mendengarkan apa kata orang ‘biasa’ tentang suatu hal? Yang sama sekali tidak terdengar dalam diskusi tim atau sama sekali tidak terpikirkan oleh Anda, padahal itu adalah ide brilian. Pernahkah mencoba memberi kesempatan kepada mereka untuk bicara? Pernahkah kita menahan ego untuk tidak bicara, demi memberi kesempatan pada mereka? Pernahkah mencoba untuk belajar diam dan mendengarkan mereka? Seharusnya kita dapat sesekali berganti peran dengan mereka. Saya yakin mereka bosan dengan peran mereka, begitu juga kita kan? Maka biarkanlah mereka bersinar…

Jika Anda hanya merasa sebagai orang-orang ‘biasa’ yang saya maksud, ada apa dengan kekeluan lidah kita saat di forum? Padahal saat itu orang lain sedang menunggu ide brilian kita. Mari bercermin, kita manusia mereka pun manusia, lalu mengapa berat sekali rasanya menata kata kita agar mereka paham? Apa karena kita malu? Merasa tidak se’hebat’ mereka yang pandai bicara. Percayalah, mereka lelah karena terus bicara, gimana jika kita gantikan? Sehingga kita dapat memberikan juga sinar kebaikan itu kepada orang lain. Karena setiap diri telah diberikan potensi kebaikan oleh Allah, jadi mari kita optimalkan.


Dalam interaksi sosial, setiap manusia pasti menginginkan agar dirinya diterima orang lain. Begitu juga dalam suatu tim. Oleh karena itu, masing-masing akan mencari dan mengenakan ‘topeng’ yang menurutnya paling pas untuk mewujudkan self-acceptance tsb. Jadi, kita tidak dapat menyalahkan mengapa si fulan begitu, mengapa si fulanah begini. Pasti ada alasan di balik semua itu. Yang harus kita lakukan adalah berbaik sangka dan membiarkan orang lain bertumbuh menurut jalan yang diingininya. Tapi, kalo jalan yang dipilih itu jalan ‘bengkok’ maka harus di’lurus’kan. Kemampuan untuk me’lurus’kan ini berbanding dengan kualitas ikatan hati kita dengan Allah.

Pada akhirnya kehandalan tim akan dipengaruhi oleh kualitas ikatan hati –yang berhubungan langsung dengan Allah- dan kekuatan saling memahami. Keduanya bisa dilatih dan diimplementasikan dengan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk show up, tentunya dengan niat karena Allah. Selain itu, hal ini dapat memberikan warna lebih pada tim ini, yaitu karena kekuatan itsar (mendahulukan saudara)-nya, yang merupakan tingkatan tertinggi ukhuwah. Dengan begitu, maka akan terasah perasaan saling mencintai saudaranya dan apabila hal ini dikerangkakan karena Allah, subhanallah, maka Allah akan menyediakan sebuah pintu syurga untuk orang-orang ini. Mudah kan? Hanya dengan membiarkan yang lain bersinar…

*untuk semua: mohon maaf. Terutama bagi yang merasa telah saya dholimi selama ini, hapunten…*
040107

PS: tulisan ini terinspirasi dari ‘ketakutan’ seorang ‘adik’ thd saya dalam sebuah forum. Memang saya menakutkan ya Dek?? ^_^!

No comments: