Sunday, January 28, 2007

Kita adalah Orang Lain?!

Keberadaan satu manusia terhadap manusia lainnya ternyata sangat berpengaruh. Added value yang diterima seseorang dari lingkungan sekitarnya, dari orang-orang yang berinteraksi secara intensif dengannya, dapat menjadi asupan signifikan dalam pembentukkan jiwa dan psikologi seseorang. Nilai yang ditambahkan tentunya bisa bersifat negatif atau positif, semua sangat relatif. Sesuatu yang masuk (aksi) ini akan menimbulkan reaksi dari penerima.

Namun, dalam perjalanannya otak-lah yang menentukan keberterimaan sebuah aksi yang masuk. Sebelum keputusan final terhadap hal tersebut, qalbu (hati,red) manusia menjadi ’panglima jenderal’, yang akan memberikan instruksi kepada otak. Di tempat ini-lah terdapat semua nilai agung manusia, yang telah Allah tetapkan sebagai fithrah. V.S. Ramachandran, seorang ahli syaraf dari California Unversity, menemukan eksistensi God-Spot ini dalam otak manusia. Jadi, sebenarnya qalbu itu tidak terletak di dada (jantung,red) tapi di otak.

Di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Sedangkan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu adalah hati. (HR Bukhari dan Muslim)

Aktivitas aksi-reaksi ini mengalami percepatan yang luar biasa hanya pada saat setelah bayi dilahirkan. Setelah kelahiran, sel-sel menjulur dan saling berhubungan melalui synapse di mana muatan listriknya berubah, menjadi sat-zat kimia pada sebuah lubang yang dalam, dan berubah kembali menjadi muatan listrik. Inilah kemudian yang akan menentukan reaksi. Proses ini terjadi setiap saat ketika manusia menerima aksi, namun pada fase paska kelahiran inilah terjadi perubahan yang mencengangkan. Subhanallah, 83% pertumbuhan dendrit terjadi setelah kelahiran!

Perkembangan otak tak banyak dipengauhi oleh faktor genetik, melainkan lebih dipengaruhi oleh dunia luar maupun di dalam diri seseorang. Otak diciptakan untuk menciptakan dirinya sendiri setelah kelahiran. Perkembangan otak merupakan sesuatu yang terjadi akibat respon.

Dengan kata lain, kita akan menjadi ’sesuatu’ karena respon dari luar seperti lingkungan yang membentuk kita. Walaupun terdapat pula faktor genetik dan pengaruh qalbu, namun setiap kita akan menjadi individu sebagai hasil adaptasi dari habitat-nya. Jadi, mungkinkan sebenarnya setiap dari kita adalah ’turunan’ dari orang lain? Orang tua pastinya sangat berpengaruh besar, namun tidak selamanya seperti itu karena tergantung pula pada eksistensi mereka di sekeliling anak-nya.

Jika seorang anak ditumbuh-kembangkan oleh ibu-nya pasti akan membentuk individu yang berbeda ketika ia diasuh oleh nenek-nya atau bahkan pembantu-nya. Sama halnya dalam kehidupan keseharian seorang manusia, lingkungan kerja yang profi -oriented akan berbeda dengan social-oriented. Seorang yang bergaul dengan penjahat akan berbeda dengan yang bergaul dengan musisi. Kita akan menyerap warna-warna dari sekeliling.

Bahkan bisa jadi, kita saat ini sebenarnya adalah orang lain, dimana karakter orang itu telah terinfiltrasi dan mendominasi karakter kita. Meskipun, hal ini terjadi relatif pada setiap orang. Orang yang memiliki kekuatan jiwa dan karakter yang kuat yang tumbuh ’sendiri’ akan sulit ’ditembus’. Namun, dengan berjalannya waktu dan intensitas pertemuan maka ia akan dapat ’ditembus’. Ibarat tetesan air yang mampu melubangi batu.

Jadi, keberadaan kita kepada orang lain dapat mempengaruhi kondisi kejiwaannya. Karena setiap nilai yang kita berikan akan menjadi asupan untuk perkembangan otak dan jiwa-nya. Jadi, mau memberikan warna apa pada adik, teman, sahabat dekat, atau bahkan orang yang tidak kita sukai? Percaya atau tidak warna itu sedikit-banyak akan mewarnai-nya, jika Allah berkehendak.

260107
Selamat milad ke-3, Naswa^_^
Semoga warna yang telah kuberikan, dapat menjadikanmu lebih ’putih’...amin.

Tuesday, January 23, 2007

Ada Apa dengan Kita?

I’ve seen this place a thousand times….

Itu yang terbesit ketika siang ini duduk nyantei di lapangan segitiga CC Timur. Ribuan kali tempat ini telah dilewati, sejak bangunan ‘bersejarah’ SC a.k.a sekre kabinet itu hancur, sampai saat ini. Tapi, apa yang didapatkan? Pemahaman ttg apa yang telah tempat ini berikan? Atau jangan-jangan ribuan langkah itu hanya berlalu sia-sia. Sayang kalo gitu mah…

Di lapangan tetangganya (lapangan basket, red) rame oleh anak-anak himpunan paska pertandingan basket. Sedangkan di tempat ini, di lapangan segitiga ini, anak-anak MBWG lagi asyik latihan, cewe-cewe yang nari-nari pake bendera itu loh (apa ya namanya?).

Mereka menari dengan teratur, berirama, dan kompak. Pastinya itu semua karena kemauan dan ketelatenan mereka dalam latihan. Di sisi lain, anak-anak basket (ato anak himpunan ya?) begitu antusias dan gembira-nya memainkan bola oranye itu. Meski peluh membanjiri rambut mereka. Tepat di sebelah selatan, anak-anak MBWG yang memainkan alat musik bisa menghasilkan alunan yang asyik, pas banget untuk kongkow siang-siang di bawah pohon rindang.

I’ve seen this place a thousand times….

Anak ITB punya otak di atas rata-rata, seenggaknya itu dibuktikan oleh keberhasilan memasuki kampus ini. Kalau pun bisa masuk karena dibantu bimbel, setidaknya mereka memang punya bibit otak yang bagus. Hanya saja ada satu pertanyaan yang mengganjal. Mengapa mereka tidak ‘bisa&mau’ menekuni hal-hal yang berbau politik? Politik dalam hal ini adalah segala sesuatu yang terkait dengan kemashlahatan masyarakat. Jelas terlihat saat ini rakyat masih selalu menjadi korban penyalahgunaan kekuasaan.

Jika mahasiswa/i ITB bisa menari, bermain musik, dan basket se-serius itu, apa yang menyebabkan masalah-masalah sosial menjadi tidak menarik. Apakah karena bahasan tentang ini ‘sangat berat’ sehingga membosankan? Tapi bukankah mereka adalah mahasiswa/i dari salah satu kampus terbaik di negara ini, pastinya kapasitas otak-nya juga keren. Ada apa ya dengan semua semangat kepemudaan itu? Yang katanya dinamis, kritis, dan ‘pembela keadilan’. Tampak ada yang hilang dari mereka, tapi apa ya?

I’ve seen this place a thousand times….

Meskipun jawaban atas pertanyaan tadi telah ditemukan beserta kondisi-kondisi eksternal yang mempengaruhinya, tapi tetap saja, ada yang hilang dari pemuda-pemuda ini.

Ada perbedaan antara satu mahasiswa dengan mahasiswa, antara satu individu dengan individu lainnya, dalam memaknai sesuatu sepanjang kehidupannya. Satu hal yang terlihat penting bisa jadi tidak penting jika dipandang oleh orang lain. Ini dikarenakan perbedaan sudut pandang masing-masing orang.

Satu hal lagi yang paling berpengaruh, menurut saya, adalah emosi. Karena, menurut Goleman –penulis Emotional Intelligence dalam ceramahnnya di University of Massachussets, sebuah kekuatan yang signifikan dalam membentuk nilai-nilai kita adalah emosi-emosi kita. Keputusan yang berkaitan dengan etika tidak hanya dibuat oleh pusat-pusat rasional di otak, tetapi juga oleh pusat-pusat penggerak emosi. Hal inilah yang menyusun kemampuan manusia untuk menetapkan makna. Jadi, memang benar bahwa otak saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah bangsa karena diperlukan hati yang cukup pula.

Apa benar mahasiswa/i ITB sekarang tak ber-emosi?? Wallahu’alam,

240107:1541

Thursday, January 4, 2007

Inikah rasanya ?

~sebuah kontemplasi~

Lulus dan menjadi ST adalah keniscayaan –jika Allah mengijinkan-, begitu pula dengan tidak lagi menjadi aktifis kampus walaupun masih di kampus. Serasa ada siklus hidup yang hilang dan aktivitas pergi ke kampus menjadi sesuatu yang hambar. Inikah rasanya post power syndrome? Entahlah, mungkin hal ini hanya karena kehilangan ruang aktualisasi diri.

Dulu, waktu masih jadi aktivis (maksudnya aktif di kabinet), pernah berpikiran skeptis terhadap dunia paska kampus. Bersilang pendapat dengan orang-orang yang paska-kampus minded menjadi hal yang biasa. Mencari 1001 alasan bahwa pandangan ‘selama masih di kampus, kita harus fokus di kampus!!’ adalah benar. Pokoknya benar-benar anti dengan yang namanya persiapan paska kampus. Mungkin karena dulu masih punya semangat ’45. Tapi, ternyata ada yang salah dengan pemikiran itu karena tidak selamanya kita berada di kampus.

Ada yang bilang bahwa kampus adalah tempat latihan perang dan dunia paska kampus adalah medan perang sesungguhnya. Sehingga bekal yang dibawa dari kampus harus banyak dan kuat. Pernyataan ini dimengerti tapi belum dipahami. Memang bekal seperti apa yang harus disiapkan? Jika pada akhirnya, masih banyak temen-temen ST yang mengalami post graduate syndrome. Don’t know what to do…Seperti inikah rasanya lulus? Entahlah, karena pada akhirnya kemampuan ‘perang’ sebenarnya akan teruji dengan berjalannya waktu.

Ada yang bilang, bahwa kita butuh untuk membangun kekuatan finansial ketika masih berstatus mahasiswa (biasanya tingkat akhir) agar bisa langsung run ketika keluar kampus. Tidak ada yang salah dengan itu. Tapi, itu bukan satu-satunya yang harus dilakukan. Atau mungkin keberterimaan terhadap pendapat ini tergantung pada masing-masing orang. Di lapangan, ada yang kebingungan antara menyelesaikan TA atau fokus di bisnis –sudah banyak contohnya-. Seperti inikah rasanya mempersiapkan diri untuk lulus? Entahlah, tapi yang pasti dari 10 orang yang akan masuk syurga, 9 orang di antaranya adalah pedagang (entrepreneurship?). Jadi gimana? Yang pasti harus lulus dulu kan

Bulan-bulan menuju sidang dan wisuda, pastilah menjadi bulan yang penuh dengan kontemplasi. Kegelisahan karena jenuh, ketakutan kehilangan teman –masa kampus-, dan ke-horor-an ketika dikejar deadline akan muncul di akhir masa ini. Wajar, karena selangkah lagi akan memasuki dunia baru. Seperti bayi, dalam detik-detik awal ia harus mengindera dunia baru-nya. Seperti (tulisan) inikah rasanya jika dilanda kebingungan??

…masih ada waktu,
untuk mencari celah kemanfaatan
dan memberikannya selagi [masih] di kampus.

…masih ada waktu,
untuk menguatkan diri hingga kau siap
jika waktunya tiba

…masih ada waktu,
untuk mencari Allah dan lebih dekat lagi denganNya
agar Ia tetap bersamamu,
dimanapun itu hingga nafas terakhirmu.

Untuk Allah di atas segalanya….

*utk calon wisudawan/wati itb juli07 : semangat!! Barengan ya,insyaALLAH…=)
utk calon wisudawan/wati itb maret07 : SEMANGAT!! Youcanifyouthinkyoucan,insyaALLAH*

040107

Biarkan yang Lain Bersinar…

Kita Satu Tim, Loh!!
Kehandalan kinerja tim akan ditentukan oleh dua hal, yaitu hati dan waktu. Interaksi sesama manusia dalam tim memungkinkan terjadinya friksi kepentingan. Apalagi jika tim tersebut memiliki tipikal orang yang lengkap (koleris, melankolis, sanguinis, dan plegmatis). Ini dapat menjadi keunggulan sekaligus tantangan. Cukup sulit untuk menyatukan variasi ini, namun ternyata –berdasarkan pengalaman- orang dengan dominasi sedang-rendah di dalam tim-lah yang mampu melakukannya. Padahal hal ini sulit dilakukan oleh orang dengan dominasi tinggi.

Mungkin memang benar bahwa orang-orang hebat tidak dapat disatukan oleh orang hebat, yang bisa menyatukan mereka justru orang ‘biasa’. Is it? Bisa jadi. Karena orang hebat (biasanya memiliki dominasi tinggi) memiliki ego yang tinggi, sedangkan orang ‘biasa’ tidak. Dengan begitu ia memiliki kartu As untuk bisa menjadi nahkoda tim karena sifat legowo-nya itu. Jadi, kemampuan mengelola hati menjadi poin penting ketika bekerja dalam tim. Orang-orang dominasi tinggi biasanya adalah orang koleris dan melankolis dominan, sedangkan orang plegmatis dan sanguinis dominan adalah sebaliknya. Walaupun hal ini tidak mutlak.

Tim yang memiliki variasi lengkap seperti ini akan menjadi sangat dinamis, bahkan bisa menjurus ‘brutal’ dan ‘liar’. Namun, dengan berjalannya waktu maka masing-masing pribadi akan mengetahui dinding pembatas hak pribadi orang lain yang tidak boleh dilanggar. Masing-masing pribadi akan memahami apa yang orang lain suka dan benci, apa bacaan kesukaannya, apa musik yang dapat menenangkannya, seperti apa jika dia marah, dll. Waktu akan menjadi guru yang berharga dan menghasilkan pengalaman batin yang semakin mendewasakan satu sama lain.

Kualitas ikatan hati dan kekuatan saling memahami akan menjadi penentu langgeng atau tidak-nya suatu tim. Konsep, teori, analisa, dan asumsi yang didiskusikan atau diperdebatkan dalam forum/tim hanya merupakan sebuah metode pembelajaran, bukan hal utama dalam sebuah tim yang handal. Justru, kepribadian orang-orang dalam tim itu adalah substansi-nya sedangkan apa yang dibawa hanya merupakan label.

Adalah hal yang wajar jika dalam suatu tim terdapat orang dominasi tinggi dan rendah. Itu mah sunatullah. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana mengelola tim tersebut agar konstruktif bukan destruktif. Agar dapat menjadi solution maker dan kehandalan tim teruji. Dengan begitu, insyaAllah tim ini bisa langgeng dan kuat.

Saya pernah berada dalam 2 kondisi forum (tim) yang berbeda tersebut. Di forum pertama, saya sangat merasakan ke-legowo-an pemimpin forum dan kekuatan saling memahami yang besar. Meski terjadi friksi-friksi, namun bisa ditemukan hasil yang win-win solution. Subhanallah, betapa lapangnya hati orang-orang di dalam forum/tim ini terhadap satu sama lain, padahal saya tahu di antara mereka ada ‘api dalam sekam’=)…

Di lain kesempatan, saya pernah melihat forum yang ‘panas’ dan sudah menjurus destruktif. Kerasa banget, masing-masing mempertahankan ego-nya dan parahnya sampai ingin menjatuhkan orang lain –astaghfirullah-. Di sini ada orang yang keukeuh ga pada tempatnya (udah jelas-jelas salah, tetep aja ngotot…), berbicara berputar-putar, ditambah emosi (+sensitivitas pribadi), dan pada akhirnya meledak-lah amarah itu… Rame sih, tapi saya yakin abis forum itu masing-masing orang jadi pada ga enak hati…

Apa Kata Mereka?
Ketika suatu tim ingin menjadi sebuah ‘cahaya penerang’ di masyarakat atau menjadi benih peradaban, pastinya dibutuhkan tim yang konstruktif terhadap ide-ide perubahan. Untuk itu, tim ini harus konstruktif dulu secara internal dari dan untuk masing-masing orang. Percayalah, kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir…

Berdasarkan pengalaman, kelahiran ide gerak suatu tim selalu dimotori oleh orang dominasi tinggi. Orang-orang ini selalu aktif di forum, memiliki pemikiran yang njlimet (yang kadang sulit dipahami orang), dan sering menjadi provokator forum=) –tapi ga semuanya kyk gitu, ko’…-. Sedangkan orang dominasi sedang-rendah seringkali tidak terdengar suaranya di forum. Padahal nantinya orang ‘biasa’ ini-lah yang merealisasikan ide gerak itu. Mereka konsisten dan komitmen dengan kesepakatan tim. Di saat yang sama, justru orang yang mengusulkan ide itu ‘pergi’–tapi ga semuanya kyk gitu, ko’…-. Inilah yang membuat orang ‘biasa’ menjadi hebat dalam ke’biasa’annya itu.

Kecemerlangan pribadi orang ‘biasa’ ini sering tertutupi oleh dominasi orang-orang hebat. Hal ini dikarenakan sifat dasar yang dimiliki adalah tidak berambisi untuk tampil. Mereka merasa ‘cukup’ untuk menjadi orang ‘biasa’ di antara orang-orang hebat. Sebuah manajemen hati yang luar biasa. Karena itu, ia akan mampu ‘mengendalikan’ tim dengan kekuatan itu. Pada kenyataannya, tidak mudah untuk ‘tidak berambisi untuk tampil’ karena dibutuhkan sebuah kebesaran hati dalam mengelola niat dan aktivitas. Dan ini bisa terwujud jika hubungan vertikal dengan Allah terjalin baik.

Jika Anda adalah orang-orang hebat yang saya maksud, pernahkah mencoba untuk mendengarkan apa kata orang ‘biasa’ tentang suatu hal? Yang sama sekali tidak terdengar dalam diskusi tim atau sama sekali tidak terpikirkan oleh Anda, padahal itu adalah ide brilian. Pernahkah mencoba memberi kesempatan kepada mereka untuk bicara? Pernahkah kita menahan ego untuk tidak bicara, demi memberi kesempatan pada mereka? Pernahkah mencoba untuk belajar diam dan mendengarkan mereka? Seharusnya kita dapat sesekali berganti peran dengan mereka. Saya yakin mereka bosan dengan peran mereka, begitu juga kita kan? Maka biarkanlah mereka bersinar…

Jika Anda hanya merasa sebagai orang-orang ‘biasa’ yang saya maksud, ada apa dengan kekeluan lidah kita saat di forum? Padahal saat itu orang lain sedang menunggu ide brilian kita. Mari bercermin, kita manusia mereka pun manusia, lalu mengapa berat sekali rasanya menata kata kita agar mereka paham? Apa karena kita malu? Merasa tidak se’hebat’ mereka yang pandai bicara. Percayalah, mereka lelah karena terus bicara, gimana jika kita gantikan? Sehingga kita dapat memberikan juga sinar kebaikan itu kepada orang lain. Karena setiap diri telah diberikan potensi kebaikan oleh Allah, jadi mari kita optimalkan.


Dalam interaksi sosial, setiap manusia pasti menginginkan agar dirinya diterima orang lain. Begitu juga dalam suatu tim. Oleh karena itu, masing-masing akan mencari dan mengenakan ‘topeng’ yang menurutnya paling pas untuk mewujudkan self-acceptance tsb. Jadi, kita tidak dapat menyalahkan mengapa si fulan begitu, mengapa si fulanah begini. Pasti ada alasan di balik semua itu. Yang harus kita lakukan adalah berbaik sangka dan membiarkan orang lain bertumbuh menurut jalan yang diingininya. Tapi, kalo jalan yang dipilih itu jalan ‘bengkok’ maka harus di’lurus’kan. Kemampuan untuk me’lurus’kan ini berbanding dengan kualitas ikatan hati kita dengan Allah.

Pada akhirnya kehandalan tim akan dipengaruhi oleh kualitas ikatan hati –yang berhubungan langsung dengan Allah- dan kekuatan saling memahami. Keduanya bisa dilatih dan diimplementasikan dengan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk show up, tentunya dengan niat karena Allah. Selain itu, hal ini dapat memberikan warna lebih pada tim ini, yaitu karena kekuatan itsar (mendahulukan saudara)-nya, yang merupakan tingkatan tertinggi ukhuwah. Dengan begitu, maka akan terasah perasaan saling mencintai saudaranya dan apabila hal ini dikerangkakan karena Allah, subhanallah, maka Allah akan menyediakan sebuah pintu syurga untuk orang-orang ini. Mudah kan? Hanya dengan membiarkan yang lain bersinar…

*untuk semua: mohon maaf. Terutama bagi yang merasa telah saya dholimi selama ini, hapunten…*
040107

PS: tulisan ini terinspirasi dari ‘ketakutan’ seorang ‘adik’ thd saya dalam sebuah forum. Memang saya menakutkan ya Dek?? ^_^!

Saat Memberi Saat Menerima* Kebaikan

*judul sinetron jadul
*Tulisan ini dibuat karena terinspirasi oleh pernyataan seorang saudari tentang perubahan dirinya,selepas ashar tadi.

Ratih : Subhanallah, (nama seorang akhwat) berubah ya sekarang,,

Akhwat : Perubahan ini juga karena ratih (^_^!), karena (nama akhwat lain), karena (nama akhwat lain)…

Ratih : Ko’ bisa??

Akhwat : Karena kita kan ‘sekeluarga’ =). Masing-masing dari kita telah memberikan warna kebaikan kepada saudari kita yang lain. Semoga saya pun bisa memberikan warna kebaikan itu =)

Ratih : Oh ya??

Akhwat : Iya, karena masing-masing kita memberi-menerima…=)

Persisnya seperti apa dunia nyata (luar kampus), saya ga tau pasti. Namun, saya meyakini bahwa ‘dunia itu’ lebih keras dibandingkan dengan ‘dunia sekarang’. Pastinya lebih berat, tantangan lebih besar, peluang terbuka lebar, ideologi ‘aneh’ berseliweran, dll... Tampak menyeramkan =(... But, life must go on! Tinta emas harus ditorehkan!

Dulu, ibu pernah mewanti-wanti, ‘kl jadi orang jangan terlalu idealis, dunia ga bisa dijalani dengan kepolosan..’ Meskipun jadi sering berdebat gara-gara itu, saya tetap meyakini bahwa menjadi orang ‘baik’ adalah suatu keharusan. Menjadi baik di segala situasi, seperti yang selalu dicontohkan Rasulullah. Bahkan ketika orang yang sering melempari beliau kotoran jatuh sakit, beliau menjenguknya. Subhanallah...

Komitmen dan kontinuitas akan menjadi pembeda antara yang benar-benar ‘baik’ dan yang tidak. Ke’baik’an akan menjadi karakter ketika nilai-nilai itu telah terpatri dalam diri dan terlaksana secara tidak sadar. Bukan topeng atau basa-basi semata. Tingkat ke’baik’an yang dimiliki seseorang yang akan menjalani dunia nyata harus tinggi. Kalau tidak, bisa-bisa terseret oleh arus zaman. Na’udzubillah...

Ke’baik’an ini, secara fitrah telah Allah tanamkan di dalam qalbu manusia (god spot,ESQ). Namun, penampakannya terkadang dihalangi oleh syetan dan hawa nafsu. Oleh karena itu, manusia membutuhkan lingkungan yang ‘baik’ sehingga proses pembentukan ke’baik’an itu berjalan lancar dan ber-progress. Lingkungan berfungsi sebagai penjaga nilai, meskipun pilihan untuk berbuat kembali pada manusia-manusia itu sendiri.

Disini-lah peran keluarga sesungguhnya. Dalam sebuah artikel di sebuah majalah muslimah (lupa namanya), disebutkan bahwa penyimpangan pemahaman anak-anak SD di Jakara terhadap seks diakibatkan konsumsi VCD porno yang dijual bebas. Seorang pemerhati sosial menyebutkan bahwa para orangtua tidak bisa menyalahkan sekolah yang dinilai tidak becus dalam mendidik anak mereka. Karena permasalahan yang sebenarnya ada pada kondisi keluarga secara utuh, seperti kemudahan fasilitas (VCD player/HP dgn bluetooth,dll) dan perhatian orang tua terhadap perkembangan anaknya. Ternyata keluarga itu madrasah pertama dan paling utama...

‘Keluarga’ yang saya maksudkan pada percakapan di atas adalah keluarga yang lain. Dalam ‘keluarga’ ini frekuensi pertemuannya hanya setiap pekan sekali. Namun, entah kenapa ikatan hati yang terbentuk di dalamnya benar-benar kuat, mungkin ada yang sampai menyamai ikatan keluarga sedarah. Mungkin karena manusia-manusia dalam ‘keluarga’ ini langsung diikatkan hatinya satu sama lain oleh Rabb Semesta Alam.

Selama perjalanannya, masing-masing orang di dalamnya telah ‘mendapatkan’ sesuatu dari yang lain. Mereka mendapatkan sebuah/lebih dari satu –jika diakumulasikan- nilai baik yang kemudian mempengaruhi kehidupannya. Tiap-tiap orang – jika ikhlas karena Allah- pasti akan mendapatkan nilai baik, sekecil apapun itu. Bersamaan dengan itu, secara tidak sadar ternyata mereka juga ‘memberikan’ sesuatu. Inilah saat memberi, saat menerima.

Dengan media/forum inilah ke’baik’an yang telah dimiliki dapat terpelihara dan ditumbuhkembangkan. Tentunya dengan menyerap nilai-nilai baik dari orang lain/lingkungan, nantinya ke’baik’an itu dapat diberikan kembali. Selain itu, dalam setiap nilai baik yang diberikan akan ada hasil yang didapatkan. Karena Allah akan membalas kebaikan walau seberat dzarah... Ibarat pohon, ia menyerap air, mineral, dan CO2 untuk kemudian diubah melaui proses fotosintesis menjadi C6H12O6 dan O2 yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungan.


Kita senantiasa meminta kepada orang lain
Sayangnya, kita sering lupa untuk memberi
Kita tak sadar bahwa apapun yang kita berikan
sebenarnya adalah untuk kita sendiri
bukan untuk siapa-siapa
Kita selayaknya meneladani sang surya
yang memberi tanpa mengharap imbalan
Kita hanya perlu percaya bahwa apapun yang kita berikan
suatu ketika pasti kembali kepada kita
Ini merupakan keniscayaan, suatu hukum alam yang sudah ditetapkan Allah
#ratih,181003

*...kuatkanlah ikatannya ya Allah...*
221206






Ke-NISBI-an Manusia

~republish~

Dalam menjalani kehidupan, impression management menjadi hal yang mutlak diperlukan. Apalagi bagi orang-orang yang memahami bahwa ke-eksis-an dirinya menjadi hal yang penting. Dengannya ia bisa merekayasa lingkungannya menurut kehendak pikirannya. Sehingga ia bisa membentuk sebuah lingkungan, dimana dirinya akan menjadi pusat orbit (‘orang tsb’-sentris). Ini merupakan indikator dari self-acceptance.

Bagi orang koleris&melankolis dominan, penerimaan diri dari lingkungan merupakan hal mutlak untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Untuk memperoleh label ini, kadang orang ini mampu melakukan apa saja. Bahkan mungkin hingga mengabaikan orang-orang di sekitarnya, sehingga tidak menutup kemungkinan banyak dendam dan ketidaksukaan yang mengarah padanya. Namun, terkadang orang ini tidak sensitif untuk melihat bahwa di balik penerimaan diri dari lingkungan saat ini, tersimpan bom waktu self-refusal yang akan meledak suatu saat nanti.

Sifat ke-aku-an dan mandiri jelas tergambar dalam perilaku orang-orang ini sehingga sulit untuk mengetahui isi hati yang sebenarnya. Orang-orang ini hanya membuka dirinya pada lingkungan yang dapat membuatnya nyaman. Kenyamanan ini didapatkan dalam kesendirian atau dalam lingkungan orang-orang plegmatis&sanguinis dominan. Dalam kesendirian, tidak akan ada pihak yang berkeberatan dengan keegoisannya dan bersama orang-orang plegmatis&sanguinis dominan, dominasi-nya tidak terkalahkan. Inilah yang membuatnya nyaman.

Self-acceptance dan self-refusal bukan menjadi hal yang utama bagi orang-orang plegmatis&sanguinis dominan. Karena kehidupan ini dalam sudut pandang mereka selalu indah. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa bersedih. Mereka merupakan orang yang selalu mengalah agar dapat menghindari perselisihan. Mereka masih akan mengalah dan bertahan di tempat, ketika berinteraksi jika koridor berpikir-nya masih sama. Namun, jika terdapat perbedaan yang prinsipil mereka akan mengalah dengan cara mengundurkan diri dari interaksi.

Orang-orang plegmatis&sanguinis dominant adalah orang yang telah dikaruniai hati yang luas, seluas samuderaJ. Karena kesabarannya ketika menghadapi orang-orang koleris&melankolis dominan, walaupun terdapat perbedaan reaksi antara orang plegmatis dan sanguinis. Oleh karena itu, orang-orang ini cocok untuk dijadikan tempat curhat dan teman diskusi karena mereka adalah tipikal pendengar sejati. Yang paling menyenangkan adalah ketika berinteraksi dengan orang sangunis, karena dengan pemikiran-pemikirannya optimisme hidup dapat cepat tercapai.

Katanya, teamwork yang handal adalah jika di dalamnya terdapat ke-empat tipikal orang-orang ini.Terlepas dari itu semua, saya yakin ketika kita berinteraksi dengan orang (yang udah kenal lama maupun yang baru kenal), kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya ada di dalam hati mereka. Apatah dia orang koleris, sanguinis, plegmatis, atau melankolis. Karena hati manusia itu luas dan dalam. Yang dapat dilakukan hanyalah sebatas memberikan reaksi atas aksi yang diberikan lawan interaksi kita, dimana aksi itu hanya perwujudan dari permukaan hati-nya saja. Yang lain yang di dalam, kita tidak pernah tahu.

Nisbi. Kita tidak pernah tahu siapa sebenarnya lawan bicara kita, teman atau lawan. Kita tidak bisa 100% membaca pikiran mereka sehingga dapat bereaksi sesuai dengan apa yang mereka inginkan atau bereaksi dengan setting-an yang ingin kita wujudkan. Karena bisa jadi sesuatu yang terlihat putih itu ternyata hitam. Atau bisa juga warna merah yang ingin kita berikan berubah menjadi merah muda ketika diterima oleh lawan bicara kita.

Selain faktor kepribadian dari masing-masing kita, ada lingkungan yang memberikan pengaruh. Acceptance or refusal ?apakah dia teman atau lawan? Namun,yang pasti setiap diri menginginkan kebutuhannya sebagai makhluk sosial terpenuhi. Jika benar begitu, dunia ini tampak sangat menyeramkanL. But, life must go onwith or without us. Berarti permasalahannya hanya terletak pada cara kita memandang seseorang (mau berbaik sangka atau berburuk sangka?).

Kita hanya bisa menebak-nebak tentang perasaan, pemikiran dan rahasia hati seseorang. Nisbi. Kita tidak pernah tahu rahasia sebenarnya tentang siapa. Karena itu ada kalimat bijak, jangan bersandar pada manusia karena kita tidak tahu hitam-putih-nya, tapi bersandar-lah pada Allah,Rabb Semesta Alam, yang mengetahui sebenar-benarnya mana yang hitam dan putih itu…

*maaf, karena aku mungkin bukanlah aku yang sebenarnya…*
181206

Wednesday, January 3, 2007

A Rainy Bandung !?

Sejak sepekan lalu, Bandung telah menjadi kota seperti sediakala. Ini bisa dirasakan dari suhu udara dan suasana hari. Warna langit yang selalu senada (gradasi biru-kelabu hingga hitam) dan banyaknya payung warna-warni berseliweran atau orang-orang jadi gemar memakai sweater merupakan indikator datangnya musim hujan. Bandung sedang merehabilitasi diri-nya saat ini.

Dengan datangnya musim ini, udara Bandung menjadi lebih ‘bersih’ karena air hujan juga berfungsi sebagai materi penangkap polutan udara. Selain itu, mulai bulan ini Bandung seharusnya tidak lagi mengalami kekurangan air bersih karena debit Sungai Citarum dan Cisangkuy sudah bertambah secara signifikan. Namun, penduduk Bandung harus sedikit bersabar karena di awal-awal musim ini PDAM belum bisa mengolah air baku (air sungai). Hal ini dikarenakan penambahan air dalam jumlah besar akibat hujan menimbulkan kekeruhan yang sangat tinggi. Jika air ini dipaksakan diolah, maka water treatment plant yang ada akan mengalami shock loading karena beban olah-nya melebihi kapasitas normal. Jadi, memang harus sedikit bersabar. Oh ya, hal ini juga yang menyebabkan warna air PDAM lebih coklat dari biasanya.

Kayaknya di sekitar Ganesha 10, pohon dan rumput jadi semakin hijau dan semakin harum (perasaan saya aja?). Jadi suka deh, dengan Bandung yang seperti ini… Mungkin suasana seperti ini yang ngebuat banyak orang jatuh cinta ama Bandung.

Ada tapinya… Banjir! Sedih deh, kalo mencoba kilas balik. Kemarin waktu kemarau kita dilanda kekeringan, sekarang dikasih hujan kita kebanjiran (MasyaAllah…apa itu namanya ga bersyukur y?).

Sistem drainase Bandung masih memakai bekas peninggalan Belanda, terutama yang di kota-nya. Sistem yang dipakai adalah saluran tertutup (saluran air yang tidak kontak langsung dengan udara ) di bawah tanah. Untuk daerah-daerah sekitar kota, biasanya memakai saluran terbuka yang langsung bermuara dengan sungai/anak sungai. Kenapa tetep banjir? Karena air yang jatuh tidak langsung terserap tanah (dilapisi aspal/paving block/di-plester,dll) dan tidak tersedianya (atau tersumbat) saluran air dari jalan/suatu area ke saluran air/parit. Pun semua itu ada, kecepatan alirnya tidak mengimbangi kecepatan jatuhnya air hujan (hujan deres banget+angin). Jadi, nikmatin aja… Sekalian hujan-hujanan ! Rame kali ya….=P

Tapi, apapun kondisinya, Bandung tetep aja dikangenin ama orang-orang. Meskipun harus berbasah-basah ria saat musim hujan kayak gini... Bandung?! I love it!


*btw, banyak banget ya PR utk TL-ers… Caiyo!! Banyak ladang amal euy…*
221206